“Angin tetap akan berhembus
Meskipun perahu (enggan) berlayar”.
_pepatahArab_
Ada satu topik membutuhkan pemahaman lebih dalam lagi, antara bersyukur
dan bersabar. Sering kita dapatkan ungkapan, “Bersyukur dengan
kenikmatan dan bersabar dengan musibah”.
Dan
Pertama bagaimana kalau kita gabungkan. Penggabungan yang lebih lagi,
“Bersyukur dengan musibah dan bersabar dengan kenikmatan”. Apa bedanya
dengan yang pertama tadi? Orang bisa saja mengatakan, “Ah itu sih hal
biasa, memang kita harus bersyukur dengan segala kenikmatan.
Dan bersabar atas segala ujian cobaan hidup. Memang
sudah harus begitu. Tetapi jika kebalikannya? Siapa yang bisa bersyukur
karena dapat musibah, masalah dan ujian? Tidak semua bisa bersabar
dengan kenikmatan. Tidak sedikit manausia salah kaprah, ketika diberi
kenikmatan tidak merasa diuji. Padahal senang susah itu semua ujian
hidup. “Apakah manusia dibiarkan mengatakan kami beriman lalu mereka
tidak diuji? “(QS. al-ankabut:2).
So bersyukur dan bersabar adalah satu paket harga untuk bisa membayar
ujian cobaan hidup. Orang yang tidak bisa bersyukur tentu akan sulit
bersabar. Siapa yang tidak bisa mensyukuri yang sedikit tidak bisa
mensyukuri yang banyak. Begitupula sebaliknya, jika anda sudah mampu
bersabar maka bersyukurpun demikian. Nah, ada satu pertanyaan, “Apakah
yang bersyukur sudah bisa dikatakan bersabar juga?”
Atau
Seperti membedakan iman dan islam. Jika disatukan ibaratnya ia berbeda.
Namun kalau dipisahkan ia sebetulnya bersatu. Mana lebih berat bersyukur
atau bersabar? Jika yang dimaksud bersabar ijbari (terpaksa) maka itu
relatif mudah. Semisal orang yang sakit berobat kesana kemari tidak juga
kunjung sembuh. Akhirnya ambil jurus terakhir, “Mau diapa, saya tinggal
bersabar”.
Tetapi siapa diantara kita pulang pengajian sesampai di rumah dengan
selamat lalu mengucapkan, “Alhamdulillah saya selamat”. Atau bangun
tidur mendapati tubuh dalam keadaan fit sehat bugar seraya, “Segala puji
bagi Allah”.
Atau, jika yang dimaksud adalah bersyukur secara haqiqi. Maka bersabar
ikhtiyari(pilihan) tidak semua orang bisa. Bersyukur sekedar ucapan maka
orang awan sekalipun jika ditanya, “Bagaimana kabar?” selalu,
“Alhamdulillah!!”
Tetapi apakah bersyukur dengan ucapan tadi sudah cukup? Siapa yang bisa
jamin orang awam tadi sudah “tegak” shalatnya, benar tauhidnya dan tidak
lagi mempersyarikatkan Allah? Betapa banyak orang lancarnya mengatakan
Alhamdulillah tetapi untuk shalat saja, menjauhi kesyirikan setengah
mati melaksanakan? Begitupula bersabar ikhtiyari(pilihan) sesabar Nabi
Yusuf ketika digoda majikannya. Siapa diantara kita bisa teguh dengan
segala godaan maksiat. Sabar yang tidak lagi karena terdesak alias
pilihan terakhir, tetapi pilihan pertama!
Sabar yang diusahakan, tidak semua orang sanggup bertahan dengan godaan
harta wanita dan dunia. Mungkin dia sudah bersyukur dikaruniai harta dan
anak-anak. Tatapi bisakah bersabar dengan semua itu?
Maka bersyukur dan bersabar musti kita miliki keduanya. Dalam keadaan
susah maupun senang. Kita kadang lupa bersyukur karena lagi susah.
Begitupula lupa bersabar karena lagi ditimpa kesenangan. Kita baru
mengerti makna sehat setelah sakit. Sadar akan arti memiliki setelah
kehilangan. Dan anda akan memahami arti hidup setelah mati? Ataukah anda
baru mau bersyukur dan setelah bersabar?
sumber : http://www.rumahrohis.com/2012/09/dan-atau.html