Minggu, 23 September 2012

Dan, Atau

“Angin tetap akan berhembus
Meskipun perahu (enggan) berlayar”.
_pepatahArab_

Ada satu topik membutuhkan pemahaman lebih dalam lagi, antara bersyukur dan bersabar. Sering kita dapatkan ungkapan, “Bersyukur dengan kenikmatan dan bersabar dengan musibah”.

 Dan
Pertama bagaimana kalau kita gabungkan. Penggabungan yang lebih lagi, “Bersyukur dengan musibah dan bersabar dengan kenikmatan”. Apa bedanya dengan yang pertama tadi? Orang bisa saja mengatakan, “Ah itu sih hal biasa, memang kita harus bersyukur dengan segala kenikmatan.
Dan bersabar atas segala ujian cobaan hidup. Memang sudah harus begitu. Tetapi jika kebalikannya? Siapa yang bisa bersyukur karena dapat musibah, masalah dan ujian? Tidak semua bisa bersabar dengan kenikmatan. Tidak sedikit manausia salah kaprah, ketika diberi kenikmatan tidak merasa diuji. Padahal senang susah itu semua ujian hidup. “Apakah manusia dibiarkan mengatakan kami beriman lalu mereka tidak diuji? “(QS. al-ankabut:2).


So bersyukur dan bersabar adalah satu paket harga untuk bisa membayar ujian cobaan hidup. Orang yang tidak bisa bersyukur tentu akan sulit bersabar. Siapa yang tidak bisa mensyukuri yang sedikit tidak bisa mensyukuri yang banyak. Begitupula sebaliknya, jika anda sudah mampu bersabar maka bersyukurpun demikian. Nah, ada satu pertanyaan, “Apakah yang bersyukur sudah bisa dikatakan bersabar juga?”

Atau
Seperti membedakan iman dan islam. Jika disatukan ibaratnya ia berbeda. Namun kalau dipisahkan ia sebetulnya bersatu. Mana lebih berat bersyukur atau bersabar? Jika yang dimaksud bersabar ijbari (terpaksa) maka itu relatif mudah. Semisal orang yang sakit berobat kesana kemari tidak juga kunjung sembuh. Akhirnya ambil jurus terakhir, “Mau diapa, saya tinggal bersabar”.
Tetapi siapa diantara kita pulang pengajian sesampai di rumah dengan selamat lalu mengucapkan, “Alhamdulillah saya selamat”. Atau bangun tidur mendapati tubuh dalam keadaan fit sehat bugar seraya, “Segala puji bagi Allah”.

Atau, jika yang dimaksud adalah bersyukur secara haqiqi. Maka bersabar ikhtiyari(pilihan) tidak semua orang bisa. Bersyukur sekedar ucapan maka orang awan sekalipun jika ditanya, “Bagaimana kabar?” selalu, “Alhamdulillah!!”

Tetapi apakah bersyukur dengan ucapan tadi sudah cukup? Siapa yang bisa jamin orang awam tadi sudah “tegak” shalatnya, benar tauhidnya dan tidak lagi mempersyarikatkan Allah? Betapa banyak orang lancarnya mengatakan Alhamdulillah tetapi untuk shalat saja, menjauhi kesyirikan setengah mati melaksanakan? Begitupula bersabar ikhtiyari(pilihan) sesabar Nabi Yusuf ketika digoda majikannya. Siapa diantara kita bisa teguh dengan segala godaan maksiat. Sabar yang tidak lagi karena terdesak alias pilihan terakhir, tetapi pilihan pertama!

Sabar yang diusahakan, tidak semua orang sanggup bertahan dengan godaan harta wanita dan dunia. Mungkin dia sudah bersyukur dikaruniai harta dan anak-anak. Tatapi bisakah  bersabar dengan semua itu?
Maka bersyukur dan bersabar musti kita miliki keduanya. Dalam keadaan susah maupun senang. Kita kadang lupa bersyukur karena lagi susah. Begitupula lupa bersabar karena lagi ditimpa kesenangan. Kita baru mengerti makna sehat setelah sakit. Sadar akan arti memiliki setelah kehilangan. Dan anda akan memahami arti hidup setelah mati? Ataukah anda baru mau bersyukur dan setelah bersabar?


sumber : http://www.rumahrohis.com/2012/09/dan-atau.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar